Selasa, 18 November 2014

Fuel Price : The Psychological Effects

Nah pemerintah kan udah memastikan kenaikan harga BBM nih, tapi tenang di playstore ama applestore masih gratis kok, sumpah silahkan di cek #eh

Bukan yang itu, maksudnya Bahan Bakar Minyak yang disubsidi pemerintah yaitu solar subsidi dan premium. Kenaikan sebesar 2000 rupiah membuat premium sekarang bernilai 8500 rupiah dan solar subsidi menjadi 7500 rupiah. Di lain pihak, harga minyak dunia malah terjun bebas diikuti harga bahan bakar non subsidi yang sekarang beranjak turun seperti pertamax.

Kenaikan harga ini terang saja membuat rakyat terutama "wong cilik" yang dielu elukan oleh partai pendukung pemerintahan kalang-kabut ngap-ngapan panik. Ada yang protes keras memaki maki pemerintah, ada yang berusaha berpikir logis, ada juga yang pasrah. Yaa itu wajar saja mengingat harga BBM berkaitan erat dengan harga barang barang di pasaran terutama kebutuhan pokok. Bagi kelas menengah ke atas mungkin tdak menjadi masalah besar. Tapi, bagi wong cilik itu sama saja dengan "penyiksaan perlahan". Untung saja ada kartu kartu sakti yang diluncurkan pemerintah walaupun kartu kartu sakti tersebut sekarang juga disorot tajam oleh pengamat pemerintahan mengenai pendanaan dan dasar hukumnya.

Kita tidak bahas sisi pemerintahnya, kita bahas sisi masyarakatnya saja untuk saat ini. Sisi pemerintahan biarlah menjadi dagelan, panggung hiburan sinetron berjudul Republik. Kita rakyat menjadi pemeran dan menjadi penonton dalam waktu yang sama.

Kenaikan harga BBM yang dilakukan secara mendadak walaupun sudah ada angin angin suramnya sejak meroketnya harga minyak dunia dan disunatnya anggaran subsidi BBM menimbulkan respon masyarakat. Mari kita bahas sesuai teori psikologis.

1. Denial
Dalam fase ini masyarakat menolak keras kenaikan harga ini. Masyarakat melakukan aksi aksi damai penolakan.

2. Anger
Ini fase anarki. Aksi aksi damai penolakan kenaikan harga BBM berlanjut menjadi aksi brutal. Korban luka berjatuhan. Sekarang 19 november 2014, republik sedang berada dalam fase ini. Kemaren, beberapa orang rekan rekan saya dari aksi mahasiswa penolakan kenaikan BBM terpaksa dibawa ke rumah sakit akibat bentrok dengan kepolisian. Kemarahan masyarakat muncul dimana mana. Sekolah dipulangkan, angkot mogok beroperasi, cacian dan makian melalui media sosial bertebaran. Namun uniknya masih ada segelintir masyarakat yang mendukung kenaikan harga ini.

3. Bargaining
Biasanya untuk kenaikan harga BBM fase ini tidak pernah didengarkan. Masyarakat meminta pertimbangan kembali mengenai kenaikan harga ini, kalau bisa gak segitu tinggi naiknya kalo emang harus.

4. Depression
Saat ini, efek domino dari kenaikan harga BBM akan mulai mengular merusak tatanan ekonomi. Harga harga mulai berubah dan masyarakat mulai panik. Kenaikan harga yang semakin tinggi menimbulkan keresahan masyarakat. Pada akhirnya ya tetap wong cilik dan masyarakat kelas menengah yang menjadi korban. Wong cilik makin cilik, kelas menengah jatuh terpuruk, yang kaya ongkang ongkang kaki. Hanya sebagian kecil yang ikut terpuruk. Mungkin hanya hitungan jari.

5. Acceptance
Ini akan terjadi setelah beberapa minggu hingga bulan pasca kenaikan harga BBM. Tatanan perekonomian akan berubah dan mulai stabil. Namun ya tetap saja laju inflasi akan membunuh masyarakat yang tidak berpenghasilan memadai. Tapi masyarakat akan menerima dan mulai beradaptasi dengan kejadian ini, mungkin membuka usaha baru yang lebih menguntungkan, bisa juga mengurangi porsi makan, menjual motor membeli sepeda, dan banyak lainnya untuk menjaga stabilitas aliran pendanaan dalam rumah tangga.

Ya begitulah republik kita dengan presidennya yang penuh teka teki dan gebrakan politik. Kita rakyat nonton jadi suporter kasih semangat jagoan.

#fadingout

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar, berkomentarlah dengan bijak