Rabu, 04 November 2015

The Tech-Generation : generation of idiots and zombies

Did you know the average  person spends 4 years of his life looking down at his cell phone?  Kind of ironic, ain't it? How this touch-screens can  make us lose touch. But it's no wonder in a world filled with iMac's, iPads, and iPhones. So many "i"'s, so many selfies, not enough "us"'s and "we"'s. See, tecnology has made us more selfish and separate more than ever. Cause while it claims to connect us, connection has gotten no better... ~Prince Ea - Can we auto-correct humanity?


 Kita hidup di abad 21, di abad yang kata filmnya adalah abad darimana doraemon si kucing biru yang takut tikus itu berasal. Kita hidup di dunia dimana kehidupan dan teknologi adalah 2 hal yang tidak lagi dapat (atau minimal sangat sulit) dipisahkan. Banyak hal sekarang dapat kita lakukan hanya dengan sebuah kotak kecil berharga ratusan ribu hingga belasan juta.  Ya banyak hal....

Dalam era ini, mungkin kehidupan kita di masa depan tidak akan seperti yang ada dalam film film Sci-Fi. Mungkin tidak, Karena kita tidak memiliki generasi yang hebat. Yang kita miliki hanyalah generasi Zombie. Generasi egois yang hanya terpaku pada layar beberapa inchi dalam genggaman. Generasi hebat tidak terlahir dari gadget beberapa inchi dalam genggaman. Generasi hebat terlahir dari interaksi sosial yang hebat, dari aktivitas yang bersemangat, dari pola pikir yang kritis.



Yups, itu dia... 
Yang kita miliki sekarang hanyalah generasi generasi pasif yang menghabiskan waktu menatap layar sentuh dan berinteraksi melalui apa yang disebut (anti-)social media. Judulnya banyak. Mulai dari era jaman jebot awal awal terlahirnya generasi high-tech yang kita kenal dengan MySpace, Friendster, Facbook, Twitter, Path, Instagram, Path, Foursquare, dan lainnya lo bisa sebut sendiri. Saking banyaknya.

Kita memiliki generasi yang lebih mementingkan apa yang mereka sebut Like, Follower, Friendlist,  Status Update dan sejenisnya tapi mereka lupa dengan Like yang mereka miliki didunia nyata, seberapa banyak Friendlist mereka di kehidupa sehari hari, seberapa sering mereka megunjungi tempat tempat keren yang mereka lihat teman temannya Check-in, seberapa sering mereka menikmati nikmatnya santapan siang atau dinner yang romantis tanpa harus upload ke instagram dengan hashtag beragam. 

Haha... What an ironi...
Punya banyak teman di dunia maya mungkin ribuan tapi ketika bersedih tidak ada satupun yang datang memberikan bahu untk bersandar, tidak ada satupun telinga yang mau mendengar bahkan berteriak lewat status update pun yang didapat hanya like dan pertanyaan "Kamu kenapa?"


What an ironi 

Ketika berkumpul dengan teman lama tapi yang ditatap hanya layar berukuran beberapa inchi yang dielus elus manja dan mengabaikan teman lama di sekitar yang telah lama tidak berjumpa. yang katanya kangen tapi pas ketemu malah sibuk dengan dunia masing masing?

What an ironi
Ketika memesan makanan yang terlebih dahulu dilakukan adalah capture photo lalu upload media sosial berharap like dari teman teman tapi ketika menikmati makanan tidak ada kenikmatan yang ada hanya kesepian ditemani bongkahan benda berukuran beberapa inchi?

Gw rindu... 
Gw rindu akan keriuhan taman taman dengan suara canda tawa sepasang kekasih yang menikmati senja dibawah rona jingga ditemani kicau burung. Gw rindu akan tawa riang anak anak yang benar benar bermain dengan teman teman tertawa terkekeh riang, bukan mereka yang bermain lewat Playstation, Xbox, PC dan gadget mereka. Gw rindu akan kericuhan di cafe cafe ketika melihat sekelompok sahabat lama tertawa menceritakan pengalaman hidup mereka. Gw rindu... Benar benar rindu pada generasi sosial yang terlahir jauh sebelum adanya media sosial yang kemudian menjadikan kita "anti-social".

Gw rindu...
gw rindu akan waktu dimana jalan jalan ketempat wisata bukan hanya sebatas Check-In ambil photo selfie lalu upload media social, tetapi adalah liburan yang penuh cerita canda tawa kegilaan yang benar benar teringat dalam memory bukan dalam bentuk data digital. Gw rindu... gw rindu...

Sekarang, 4 Novermber 2015, pukul 21.15 gw sedang duduk di salah satu restoran fastfood. Dengan kondisi meja yang full, yang ada di sekitar gw adalah sekumpulan orang orang yang katanya nongkrong bareng tapi semua sibuk dengan gadgetnya. Hanya ada sepasang kekasih (ah mungkin juga hanya sebatas teman) yang sedang mengerjakan gambar berbentuk gradasi warna merah dengan pola melingkar. Di belakang gw salah satu organisasi mahasiswa di UNAND sedang rapat membahas program acara mereka yang sebentar lagi di gelar. Lainnya? Hanya kumpulan generasi egois dengan perangkat digital, dengan headphone terpasang. 

Ah sudahlah...
Sekarang kontak teman lo ajakin nongkrong dan lakukan permainan berikut
- Semua gadget kumpulkan di tengah meja
- Peraturannya siapa yang pertama kali menyentuh gadget untuk hal yang tidak penting yang membayar semua makanan yang kalian pesan. *bikin sendiri batasan yang penting itu yang mana*
- Tidak ada sesi photo, tidak ada sesi checkin tag via media sosial

Nikmati kebersamaan singkat kalian dengan bercerita... Enjoy your moment, it wont last long till a notification pops up.

#fadingout