28 Oktober....
Hari yang sangat bersejarah dalam perjalanan panjang republik Indonesia. Tanggal dimana terjadinya suatu konferensi pemuda seluruh indonesia yang kemudian melahirkan apa yang sekarang kita kenal dengan Soempah Pemoeda.
Ya, benar... Kala itu para pemuda yang punya mimpi memiliki bangsa yang berdaulat, bersatu, adil dan makmur bersepakat tentang suatu konsep persatuan. Bertanah air satu, berbangsa satu dan menjunjung tinggi bahasa persatuan.
Itu dulu!!!
Jauh sebelum kita merdeka konsep tersebut muncul dari benak benak para pemuda, kaum kaum intelek yang bahkan merasakan apa yang disebut merdeka saja mereka belum. Tapi mereka mengenal apa yang namanya persatuan.
Lah sekarang?
Kita sudah merdeka (apa benar? atau hanya sebatas deklarasi?). 70 tahun sudah republik ini diakui sebagai negara berdaulat oleh dunia. Dipandang sebagai negara yang netral ketika dua kubu dunia berseteru lewat perang dingin, menjadi pemicu perjuangan meraih kemerdekaan negara negara di Asia dan Afrika kala itu. Ah itu masih DULU!!!
Sekarang sumpah pemuda tidak sesakral dulu! Mudah diucapkan sulit teraplikasikan. Persatuan bangsa terkoyak oleh gengsi politis, penuhanan peguasa (ya penguasa, bukan pemimpin! Terlalu munafik untuk menyebut mereka sebagai pemimpin!), perebutan tahta harta dan mungkin wanita.
Sekarang sumpah pemuda tidak segagah dulu... Tanah airku terinjak injak! Katanya tanah air tumpah darah ku. Tapi tanah ku sewa air ku beli malah darah anak cucu yang tumpah tanpa makna. Darah darah yang harusnya mengalir dalam tubuh berserakan ditanah pertiwi.
Hari yang sangat bersejarah dalam perjalanan panjang republik Indonesia. Tanggal dimana terjadinya suatu konferensi pemuda seluruh indonesia yang kemudian melahirkan apa yang sekarang kita kenal dengan Soempah Pemoeda.
Ya, benar... Kala itu para pemuda yang punya mimpi memiliki bangsa yang berdaulat, bersatu, adil dan makmur bersepakat tentang suatu konsep persatuan. Bertanah air satu, berbangsa satu dan menjunjung tinggi bahasa persatuan.
Itu dulu!!!
Jauh sebelum kita merdeka konsep tersebut muncul dari benak benak para pemuda, kaum kaum intelek yang bahkan merasakan apa yang disebut merdeka saja mereka belum. Tapi mereka mengenal apa yang namanya persatuan.
Lah sekarang?
Kita sudah merdeka (apa benar? atau hanya sebatas deklarasi?). 70 tahun sudah republik ini diakui sebagai negara berdaulat oleh dunia. Dipandang sebagai negara yang netral ketika dua kubu dunia berseteru lewat perang dingin, menjadi pemicu perjuangan meraih kemerdekaan negara negara di Asia dan Afrika kala itu. Ah itu masih DULU!!!
Sekarang sumpah pemuda tidak sesakral dulu! Mudah diucapkan sulit teraplikasikan. Persatuan bangsa terkoyak oleh gengsi politis, penuhanan peguasa (ya penguasa, bukan pemimpin! Terlalu munafik untuk menyebut mereka sebagai pemimpin!), perebutan tahta harta dan mungkin wanita.
Sekarang sumpah pemuda tidak segagah dulu... Tanah airku terinjak injak! Katanya tanah air tumpah darah ku. Tapi tanah ku sewa air ku beli malah darah anak cucu yang tumpah tanpa makna. Darah darah yang harusnya mengalir dalam tubuh berserakan ditanah pertiwi.
Sekarang sumpah pemuda tidak berwibawa seperti dahulu. Bahasa Indonesia tidak seberkuasa dahulu... Bahasa indonesia berubah menjadi guyonan bodoh tak bermakna. Dahulu kala berteriak Merdeka sekarang menjadi Polbek dong qaqaaaaaa! Ciyus dan miapah. Bahasa sakral yang negara lain pelajari, tetapi kita lebih bangga berbahasa Inggris sok sok British, berbahasa indonesia bercampur korea, siaran berita berbahasa Mandarin. Bukan Rasis, Tapi KITA INDONESIA!!!
Ah Republikku, Nasib mu kini....
Dulu kita satu nusa satu bangsa satu bahasa... Kini presiden saja dihina. Pemilu setahun lalu tapi masih tersinggung ketika pujaanya dikritik. Dinabikan mungkin dituhankan.
Dulu kita satu nusa satu bangsa satu bahasa... Kini presiden saja dihina. Pemilu setahun lalu tapi masih tersinggung ketika pujaanya dikritik. Dinabikan mungkin dituhankan.
Pemimpin bertangan besi mematikan nyali, Pemimpin yang dinabikan mematikan nalar ~ Sudjiwo Tedjo
Dulu kita satu nusa satu bangsa tapi persatuan kita retak hanya karena beda paham politik.
Dulu kita satu nusa satu bangsa tapi persatuan kita retak ditikam prahara.
Dulu kita satu nusa satu bangsa tapi persatuan kita retak ditikam prahara.
Dulu kita satu nusa satu bangsa berazaskan toleransi, tapi di timur sana Masjid dibakar gereja dibumi hanguskan. Tetapi di seberang sana darah muslim mengalir jatuh kebumi lewat tangan saudara sebangsa berbeda agama.
Bukankah untuk urusan dunia semua manusia bersaudara? Sedangkan untuk urusan akhirat adalah urusan setiap umat lewat pengamalan agamanya. Tiada satu agama pun yang mengajarkan pertumpahan darah.
Ah negeriku. Sepertinya kau sedang sakit. Obatnya? Ah aku tak tau... Mari kita coba bertanya pada debu yang menutupi wajah mu. Pada kabut asap yang menyelimuti langitmu. Pada setiap teriakan sakit para binatang yang mati hangus menjadi bara dalam hutanmu yang kini tengah membara. Pada setiap tangisan bocah bocah yang hanya bisa merengek demi sesuap nasi. Pada setiap tatapan tatapan kosong para sarjana pengangguran. Pada setiap kantong kantong kosong ibu ibu yang hanya bisa mengelus dada melihat harga kebutuhan pokok.
Ah sudahlah... Semoga cepat sembuh republikku...
Selamat memperingati hari Sumpah Pemuda, Semoga bukan hanya sebatas naskah. Semoga menjadi realita dan jiwa dalam setiap insan republik. Menjadi nafas dalam setiap tiupan kehidupan, menjadi darah dalam setiap denyut kebanggaan menjadi bagian dari republik bernama NKRI.
#fadingout
Ah sudahlah... Semoga cepat sembuh republikku...
Selamat memperingati hari Sumpah Pemuda, Semoga bukan hanya sebatas naskah. Semoga menjadi realita dan jiwa dalam setiap insan republik. Menjadi nafas dalam setiap tiupan kehidupan, menjadi darah dalam setiap denyut kebanggaan menjadi bagian dari republik bernama NKRI.
#fadingout
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar, berkomentarlah dengan bijak